JqhSRCdUrfr1KyxYuxtPdSuGcgp6mT2tPj27Nc05

Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 78 Orang, Krisis Kemanusiaan Memburuk!

Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 78 Orang, Krisis Kemanusiaan Memburuk

Serangan udara terbaru Israel di Jalur Gaza menewaskan sedikitnya 78 warga Palestina, termasuk sejumlah orang yang sedang mencari bantuan kemanusiaan. Serangan ini terjadi di tengah mandeknya perundingan gencatan senjata dan memburuknya krisis kelaparan serta kekurangan bahan bakar dan pasokan medis di wilayah yang diblokade tersebut.

Salah satu serangan mematikan terjadi di dekat titik distribusi bantuan di Rafah, Gaza bagian selatan, menewaskan sedikitnya lima warga sipil. Badan berita resmi Palestina, WAFA, menyebut bahwa para korban sedang menunggu bantuan ketika serangan terjadi.

Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 78 Orang

Korban serangan Israel tidak hanya berasal dari wilayah Rafah. Di Khan Younis, serangan menghantam kamp pengungsi yang penuh sesak, menewaskan sembilan orang dan melukai puluhan lainnya. Sementara itu, serangan udara di kamp pengungsi Bureij, Gaza tengah, menewaskan empat warga saat sebuah pusat perdagangan dihantam bom.

Menurut laporan WAFA, jumlah korban tewas di sekitar lokasi distribusi bantuan yang dikelola oleh yayasan kemanusiaan kontroversial, Gaza Humanitarian Foundation (GHF), telah mencapai 838 orang sejak eskalasi terbaru dimulai.

Serangan Meluas ke Gaza Utara dan Kota Gaza

Militer Israel juga meningkatkan intensitas serangannya di wilayah utara Gaza, termasuk Kota Gaza. Media Israel melaporkan terjadinya penyergapan terhadap pasukan Israel di Kota Gaza, yang mengakibatkan satu tank hancur terkena tembakan roket dan serangan senjata ringan. 

Helikopter militer terlihat mengevakuasi korban luka, dan pihak militer mengonfirmasi bahwa tiga tentara mereka tewas dalam insiden tersebut.

Reporter Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum, melaporkan dari Deir el-Balah bahwa pasukan Israel membalas penyergapan itu dengan serangan udara besar-besaran. Itu terjadi di sekitar permukiman Tuffah dan Shujayea, menghancurkan banyak bangunan tempat tinggal.

WAFA juga melaporkan bahwa sedikitnya 24 warga Palestina tewas dalam serangan di Kota Gaza, dengan puluhan lainnya mengalami luka serius.

Krisis Kemanusiaan Makin Parah, Bantuan Masih Terbatas

Di saat kekerasan terus meningkat, lembaga-lembaga PBB kembali menyerukan agar lebih banyak bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza. Wilayah ini kini menghadapi ancaman kelaparan serius dan kekurangan bahan bakar yang melumpuhkan sistem layanan kesehatan.

Sejak Israel memblokade pasokan bahan bakar pada 2 Maret, sebagian besar pabrik desalinasi air, instalasi pengolahan limbah, dan pompa air terpaksa berhenti beroperasi. Akibatnya, krisis air bersih di Gaza pun semakin parah.

Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, mengatakan bahwa meskipun ada kesepakatan antara Israel dan Uni Eropa pekan lalu, aliran bantuan ke Gaza belum juga meningkat. Ia menegaskan bahwa tidak ada perubahan nyata di lapangan.

Uni Eropa dan Dunia Internasional Soroti Krisis di Gaza

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa menyatakan bahwa blok tersebut telah mencapai kesepakatan dengan Israel untuk memperbaiki kondisi kemanusiaan di Gaza. 

Kesepakatan itu mencakup peningkatan jumlah truk bantuan yang masuk serta pembukaan jalur distribusi dan pos perbatasan tambahan.

Namun, ketika ditanya mengenai implementasi kesepakatan tersebut, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar hanya menyebut adanya pemahaman dengan Uni Eropa tanpa merinci langkah konkret yang telah diambil.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menyampaikan bahwa situasi di Gaza masih bencana nyata. Ia menegaskan bahwa pengepungan Israel yang terus berlanjut telah menciptakan kondisi kemanusiaan yang sangat buruk.

Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan 78 Orang, Krisis Kemanusiaan Memburuk!

Perundingan Gencatan Senjata Masih Mandek

Perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas yang digelar di Qatar telah memasuki minggu kedua, namun hingga kini belum membuahkan hasil nyata. Kedua pihak saling menyalahkan atas kebuntuan kesepakatan terkait pembebasan sandera dan rencana gencatan senjata selama 60 hari.

Sumber yang mengetahui jalannya perundingan mengatakan bahwa diskusi masih berlangsung di Doha. Fokus utama saat ini adalah pada peta penempatan pasukan Israel di dalam Gaza jika gencatan senjata diberlakukan.

Mediator tengah menjajaki mekanisme baru untuk menjembatani perbedaan pandangan, agar proses negosiasi tetap bergerak maju. Namun, pihak Hamas menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai hambatan utama dalam perundingan.

Melalui pernyataan di Telegram, Hamas menulis, "Netanyahu ahli dalam menggagalkan setiap putaran negosiasi dan tidak memiliki keinginan untuk mencapai kesepakatan."

Netanyahu di Bawah Tekanan Internal

Netanyahu kini menghadapi tekanan berat, baik dari dalam militer maupun publik Israel sendiri. Jumlah korban jiwa di pihak militer Israel terus meningkat, dan masyarakat mulai mempertanyakan arah serta etika dari kebijakan perang pemerintahnya.

Salah satu isu paling kontroversial adalah rencana pembangunan ‘kota kemanusiaan’ di atas reruntuhan wilayah Rafah, Gaza selatan. Kota tersebut dirancang untuk menampung sekitar 600.000 warga Palestina jika gencatan senjata tercapai.

Namun, rencana ini menuai kritik tajam, bahkan dari dalam lembaga keamanan Israel sendiri. UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina, menyebut ide itu sebagai bentuk lain dari kamp konsentrasi modern.

Dunia Menanti Solusi, Warga Gaza Terjebak dalam Derita

Hingga kini, masyarakat internasional terus mendesak Israel untuk mengakhiri blokade dan memungkinkan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Sementara itu, rakyat Gaza yang terperangkap di tengah konflik harus bertahan hidup dengan pasokan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan yang semakin menipis.

Dengan tekanan global yang terus meningkat, harapan masyarakat sipil bertumpu pada diplomasi yang jujur dan keinginan nyata untuk perdamaian.

Gencatan Senjata Masih Jauh, Krisis Gaza Kian Parah**

Serangan udara Israel di Gaza tewaskan 78 orang membuat krisis kemanusiaan semakin memburuk. Dengan korban jiwa yang terus bertambah dan bantuan yang masih tersendat, warga sipil menjadi pihak yang paling menderita. 

Upaya diplomatik harus segera diperkuat agar perundingan damai tak kembali buntu, dan akses bantuan bisa dibuka lebar-lebar sebelum situasi berubah menjadi lebih tragis.

Posting Komentar