JqhSRCdUrfr1KyxYuxtPdSuGcgp6mT2tPj27Nc05

Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Gaza di Tengah Negosiasi Gencatan Senjata

Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Gaza

Pemandangan memilukan muncul saat seorang ibu Palestina, Samah Al-Nouri, terlihat menangis sambil memeluk putranya setelah putrinya, Sama, tewas dalam serangan tersebut. Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Gaza di Tengah Negosiasi Gencatan Senjata. 

Dalam serangan udara terbarunya, sedikitnya 82 warga Palestina dilaporkan tewas sejak fajar menyingsing pada Kamis, 10 Juli 2025. 

Insiden ini terjadi di tengah proses negosiasi gencatan senjata yang sedang digarap antara Israel dan Hamas, serta ditambah kontroversi rencana pemindahan paksa warga ke Rafah.

Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Gaza

Salah satu serangan paling mematikan terjadi di Deir al-Balah, Gaza tengah, di mana 15 orang, termasuk 9 anak-anak dan 4 wanita. Mereka tewas ketika mengantre bantuan gizi untuk anak-anak. Sekitar 30 orang lainnya terluka, sebagian besar dari mereka anak-anak.

Dunia Internasional Kutuk Serangan terhadap Warga Sipil

Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, mengecam keras serangan yang menargetkan warga sipil yang sedang mencari bantuan kemanusiaan. Ia menyebut peristiwa itu sebagai tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan menuntut agar Israel bertanggung jawab.

Anak-anak menghadapi risiko kelaparan, dan ancaman bencana kelaparan kian nyata. Jumlah anak yang kekurangan gizi akan terus meningkat jika bantuan penyelamatan jiwa tidak segera masuk, tegas Russell.

UNICEF mendesak Israel untuk mematuhi hukum humaniter internasional secara penuh serta segera melakukan investigasi atas kejadian tersebut.

Hamas Menyebut Serangan sebagai Genosida Terencana

Dalam pernyataannya, Hamas mengutuk serangan Israel dan menyebutnya sebagai bagian dari kampanye genosida sistematis yang sedang berlangsung di Gaza.

Menurut mereka, serangan ini mencerminkan pola pembunuhan massal yang menargetkan sekolah, jalan raya, kamp pengungsian, dan pusat sipil, secara terang-terangan di depan mata dunia internasional.

Sejak konflik meletus usai serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat setidaknya 57.762 warga Palestina tewas dan lebih dari 137.000 lainnya terluka akibat operasi militer Israel.

Gencatan Senjata dan Ketegangan di Baliknya

Israel dan Hamas diketahui tengah menjajaki kesepakatan gencatan senjata 60 hari dengan mediasi dari Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir. Hamas mengaku siap membebaskan 10 tahanan sebagai bagian dari kesepakatan awal.

Namun, sejumlah isu masih menjadi batu sandungan, terutama mengenai arus masuk bantuan kemanusiaan ke Gaza dan penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel siap menyepakati jeda tempur selama 60 hari, yang diikuti pembebasan setengah dari 50 sandera yang masih ditahan Hamas. Namun, Netanyahu juga menegaskan bahwa kesepakatan jangka panjang hanya mungkin terjadi jika Hamas meletakkan senjata dan menyerahkan seluruh otoritas militer maupun pemerintahan di Gaza.

"Jika bisa tercapai lewat negosiasi, itu lebih baik. Tapi jika tidak, kami akan capai tujuan tersebut dengan cara lain, lewat kekuatan militer," ucap Netanyahu dalam pernyataan videonya.

Kontroversi Pemindahan Paksa Warga Palestina

Di tengah pembahasan gencatan senjata, muncul kebijakan kontroversial dari Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz. Ia mengumumkan rencana pemindahan paksa warga Palestina ke kamp tenda di wilayah Rafah, Gaza selatan.

PBB dan organisasi kemanusiaan mengecam rencana ini. Tamara Alrifai, Direktur Komunikasi Senior UNRWA, menyebut kebijakan itu akan menciptakan kamp konsentrasi dalam skala besar di perbatasan Mesir.

"Kami tidak bisa diam dan membiarkan pemindahan paksa ini terjadi tanpa perlawanan," tegas Alrifai.

Warga Palestina Mengungsi di Tengah Serangan Darat

Di lapangan, gelombang pengungsian besar-besaran terus terjadi. Warga Palestina terlihat berbondong-bondong meninggalkan Khan Younis menuju daerah al-Mawasi. Mereka mencari tempat yang dianggap lebih aman dari gempuran militer Israel yang semakin intensif. 

Jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang hanya membawa barang seadanya, berjalan kaki sambil menggendong anak-anak dan membawa keluarga mereka menuju tempat yang belum tentu aman.

Kondisi ini memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, yang kini menghadapi kombinasi serangan udara, invasi darat, blokade bantuan, dan kelaparan. Banyak warga sipil tinggal di tenda darurat tanpa akses ke air bersih, makanan, atau layanan kesehatan.

Serangan Udara Israel Tewaskan Puluhan Warga Gaza

Uni Eropa Capai Kesepakatan dengan Israel untuk Salurkan Bantuan

Dalam perkembangan positif di tengah krisis, pejabat Uni Eropa mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan baru dengan Israel. Tujuannya untuk masuknya bantuan makanan dan bahan bakar yang sangat dibutuhkan ke Gaza. Hal ini disampaikan oleh Kaja Kallas, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa.

Kami mengharapkan Israel menjalankan semua langkah yang telah disepakati, ujar Kallas melalui unggahan di media sosial.

Kesepakatan ini mencakup pembukaan lebih banyak jalur penyeberangan, masuknya lebih banyak truk bantuan, perbaikan infrastruktur vital, serta  perlindungan bagi pekerja kemanusiaan yang kini menjadi target kekerasan.

Namun, akses bantuan masih terhambat oleh pembatasan militer Israel dan seringnya serangan yang menargetkan area-area sekitar gudang dan jalur distribusi bantuan.

Koridor Bantuan dan Dapur Komunitas Akan Diaktifkan Kembali

Salah satu poin penting dalam kesepakatan UE-Israel adalah reaktivasi koridor bantuan dari Yordania dan Mesir, serta pembukaan kembali dapur komunitas dan toko roti di seluruh Gaza. Bantuan ini ditujukan untuk mengurangi risiko kelaparan dan menyediakan makanan dasar bagi ribuan keluarga yang kehilangan akses pangan.

Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, membenarkan adanya kesepakatan tersebut dalam konferensi di Wina. Ia menyatakan bahwa kerja sama ini adalah hasil dari dialog intensif antara Israel dan Uni Eropa. Ini juga akan mencakup lebih banyak rute serta titik distribusi untuk memperlancar arus bantuan.

Namun, belum jelas apakah bantuan tersebut akan disalurkan melalui sistem PBB atau menggunakan mekanisme alternatif GHF (Gaza Humanitarian Foundation) yang didukung oleh AS dan Israel. Tetapi sebelumnya menuai kritik karena dianggap tidak transparan dan rawan konflik.

Seruan untuk Kemanusiaan di Tengah Perang

Krisis Gaza bukan sekadar soal politik atau strategi militer, tapi sudah menyentuh level tragedi kemanusiaan global.Serangan Udara Israel yang tewaskan puluhan warga Gaza di tengah negosiasi gencatan senjata, telah menuai kecaman internasional.

Meskipun kesepakatan baru antara Israel dan Uni Eropa memberi harapan akan masuknya bantuan, banyak tantangan yang masih harus dihadapi. Gaza membutuhkan gencatan senjata yang berkelanjutan, akses bantuan tanpa hambatan, dan perlindungan nyata terhadap warga sipil.

Dunia internasional, lembaga kemanusiaan, dan masyarakat sipil perlu terus bersuara dan bertindak. Kita tidak bisa hanya menjadi penonton atas penderitaan yang terjadi di depan mata.

Posting Komentar