Hal ini mengejutkan banyak pihak karena nama Sinwar sebelumnya tidak pernah disebutkan bahkan diprediksi untuk menggantikan Haniyeh. Pemilihan kepala biro politik yang baru ini menyiratkan bahwa Hamas sedang terburu-buru mencari posisi pemimpin baru di internalnya.
Secara sekilas, pemilihan Sinwar terlihat membingungkan karena tidak jelas bagaimana ia akan memimpin organisasi tersebut sambil bersembunyi di Jalur Gaza. Bos baru Hamas saat ini masih misterius mengingat posisinya yang rentan dan terus dikejar oleh pihak keamanan.
Yahya Sinwar Resmi Gantikan Ismail Haniyeh
Kepemimpinan dalam tubuh Hamas telah lama mengalami ketegangan, terutama sejak masa jabatan Khaled Mashaal sebagai kepala biro politik. Ketegangan ini semakin memuncak setelah Sinwar dibebaskan pada tahun 2011 sebagai bagian dari kesepakatan Shalit, di mana ia kemudian diangkat menjadi pemimpin Hamas di Jalur Gaza dan secara resmi terpilih pada tahun 2017.Persaingan antara kepemimpinan eksternal dan internal pun terus berlanjut, bahkan ketika Ismail Haniyeh, yang berasal dari kamp pengungsi Shati di Gaza, memimpin organisasi tersebut.
Gaza dianggap sebagai pusat kekuatan Hamas, dan Sinwar, sebagai pemimpin di wilayah tersebut, merasa dirinya memiliki peran yang lebih signifikan dalam pengambilan keputusan, terutama terkait peristiwa yang terjadi di Jalur Gaza.
Ketegangan Meningkat Sejak 7 Oktober
Ketegangan dalam kepemimpinan Hamas semakin memburuk sejak 7 Oktober, bertepatan dengan dimulainya negosiasi penyanderaan. Kepemimpinan di Gaza, yang dipimpin oleh Sinwar, telah mengambil alih kendali dan membuat keputusan penting, bukan kepemimpinan eksternal.Sinwar, yang menjadikan Mesir sebagai mediator utama, tidak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Haniyeh, yang lebih mengandalkan Qatar. Akibatnya, pengaruh Mesir terhadap Sinwar menjadi lebih besar, sementara pengaruh Qatar terhadap dirinya jauh lebih kecil.
Konflik Internal antara Gaza dan Tepi Barat
Persaingan internal di Hamas juga terlihat dalam hubungan antara kepemimpinan di Tepi Barat dan Gaza. Perjuangan antara kedua pendekatan ini sangat terlihat dalam kerjasama organisasi dengan Iran, yang didorong oleh Haniyeh. Sebaliknya, Sinwar melihat hubungan ini secara pragmatis dan instrumental, mirip dengan pendekatan Iran terhadap Hamas.Khaled Mashaal, yang pernah menjadi pemimpin Hamas, kini menjadi persona non grata bagi Iran dan Suriah akibat apa yang mereka anggap sebagai pengkhianatan terbesar selama perang saudara di Suriah. Ini menyebabkan pengusiran Mashaal dari negara tersebut pada tahun 2012, sehingga ia tidak lagi bisa memimpin biro politik.
Pengangkatan Sinwar yang Mengejutkan
Kemungkinan Motif di Balik Pemilihan Sinwar
Ada kemungkinan bahwa pemilihan Sinwar dimaksudkan untuk memajukan negosiasi kesepakatan penyanderaan dan mengakhiri perang di Gaza. Mesir, yang menjadi satu-satunya pihak yang berhubungan dengan Sinwar, mungkin membantu mempromosikan langkah ini melalui dialog dengan pimpinan Hamas.Jika Ismail Haniyeh memang menunjukkan sikap yang lebih keras dalam negosiasi dibandingkan dengan sikap pragmatis Sinwar, maka hambatan dalam proses ini telah disingkirkan.
Sinwar dan Masa Depan Hamas
Dengan terpilihnya Sinwar sebagai kepala biro politik dan pemimpin di Gaza, ia mungkin berusaha untuk memastikan pemilihannya dalam pemilu 2025, yang hanya bisa dicapai setelah kesepakatan penyanderaan selesai. Kesepakatan ini berpotensi mengakhiri perang dan memberikan jaminan yang diminta oleh Sinwar kepada Israel bahwa para pemimpin Hamas tidak akan dibunuh.Sebagai pemimpin baru, Sinwar mungkin akan semakin memperkuat posisinya dalam organisasi dan mengukuhkan Hamas sebagai alternatif Fatah, yang bertujuan untuk mengambil alih Otoritas Palestina dan PLO.
Keberhasilan Hamas dalam mempertahankan kekuasaan di Gaza, meskipun dalam situasi yang penuh tekanan, akan dianggap sebagai kemenangan besar. Terutama jika Israel gagal menggulingkan organisasi tersebut.
Potensi Peningkatan Peran Hamas di Kancah Politik Palestina
Jika Sinwar berhasil dalam menjalankan rencananya, ini bisa mengukuhkan Hamas sebagai kekuatan dominan di Palestina, menggantikan Fatah yang selama ini memimpin Otoritas Palestina dan PLO. Dalam konteks ini, Sinwar bisa memanfaatkan posisinya sebagai pemimpin yang berhasil mempertahankan Gaza dari tekanan eksternal, sekaligus memperkuat pengaruh Hamas di Tepi Barat.Keberhasilan dalam mempertahankan Jalur Gaza selama konflik dan menyelesaikan negosiasi penyanderaan akan memperkuat citra Hamas di mata rakyat Palestina sebagai pelindung utama mereka. Ini bisa menjadi modal politik yang sangat penting bagi Sinwar dan Hamas dalam mempersiapkan diri untuk pemilu Palestina yang akan datang.
Tantangan yang Dihadapi Sinwar
Keberhasilan Sinwar dalam menjalankan kepemimpinannya akan sangat menentukan arah masa depan Hamas dan peran organisasi ini di kancah politik Palestina. Jika ia berhasil, bukan hanya posisinya yang akan semakin kuat, tetapi Hamas juga bisa muncul sebagai kekuatan politik utama di Palestina, menggantikan Fatah dan mengubah peta politik di wilayah tersebut.Namun, tantangan besar masih menghadang, termasuk bagaimana ia akan memimpin dari tempat persembunyian dan menjaga kesatuan di dalam Hamas. Sinwar perlu membuktikan bahwa ia mampu mengatasi semua tantangan ini dan membawa Hamas ke arah yang lebih stabil dan kuat. Juga hubungan yang kurang harmonis dengan Iran dimana pemimpin sebelumnya sangat dekat dengan negeri Ayatollah ini.
Dengan demikian, masa depan Hamas di bawah kepemimpinan Yahya Sinwar menjadi sangat menarik untuk diikuti. Apakah ia akan berhasil memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisi Hamas, atau justru akan menghadapi hambatan-hambatan yang menghalangi langkahnya? Hanya waktu yang akan menjawab.



Posting Komentar